Kamis, 17 Maret 2011

Empat Aspek Kebahasaan

Berbahasa merupakan komunikasi antarmanusia. Seseorang dituntut untuk menguasai keterampilan berbahasa. Keterampilan tersebut meliputi empat macam, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Nursisto (2000: 79) yang mengatakan bahwa ada empat kemampuan berbahasa yang melekat pada setiap manusia normal, yaitu Mendengarkan, Berbicara, Membaca, dan Menulis. Berdasarkan hubungannya, Mendengarkan dan Membaca tergolong keterampilan berbahasa reseptif, sedangkan Berbicara dan Menulis termasuk keterampilan berbahasa yang produktif (Tarigan, 1985: 1-2).
Nurgiyantoro (1995: 271) mengatakan keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang termasuk sulit dikuasai karena kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan di luar bahasa. Penulis dituntut dapat menguasai tiga kemampuan berbahasa yang lainnya, seperti kemampuan mendengarkan, berbicara, dan membaca.

Pada prinsipnya, tulisan adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Menulis sangat penting bagi pendidikan, karena memudahkan para pelajar berpikir (Tarigan, 1985: 22). Oleh karena itu, para pelajar perlu diajarkan keterampilan dalam menulis. Keterampilan menulis di antaranya keterampilan menyusun pikiran dan perasaan dengan menggunakan kata-kata dalam bentuk kalimat yang tepat serta menyusunnya dalam suatu paragraf. Hal semacam ini sering disebut dengan kegiatan mengarang.
Rendahnya kemampuan menulis siswa dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, mereka kurang tertarik dengan kegiatan menulis karena motivasi belajar yang kurang. Kedua, berkurangnya guru dalam meningkatkan motivasi dan bimbingan terhadap kemampuan menulis siswa, dan Ketiga, strategi pembelajaran menulis dianggap monoton dan membosankan. Berbagai faktor tersebut perlu menjadi bahan antisipasi dan pertimbangan dalam melaksanakan proses pembelajaran menulis di sekolah.
Berkenaan dengan kemampuan menulis para siswa pada saat ini, Tarigan (1986: 186-187) pernah memberikan komentar bahwa:
Pengajaran mengarang belum terlaksana dengan baik di sekolah. Kelemahan terletak pada cara guru mengajar. Umumnya kurang dalam variasi, tidak merangsang dan kurang pula dalam frekuensinya. Pembahasan siswa kurang dilaksanakan oleh guru. Murid sendiri menganggap mengarang tidak penting atau belum mengetahui peranan mengarang bagi kelanjutan studi mereka.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut guru lebih profesional dalam mengelola pembelajaran menulis. Guru harus memilih teknik pembelajaran menulis secara inovatif dan kreatif.
Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam menentukan perkembangan dan perwujudan diri siswa. Kemajuan pendidikan siswa tergantung pada personal pendidikan tersebut untuk mengenali, menghargai, dan  memanfaatkan sumber daya yang ada yang erat kaitannya dengan pendidikan   yang diberikan kepada masyarakat dan peserta didik.
Penyelenggara pendidikan di Indonesia selama ini lebih banyak bersifat klasikal massal, yang berorientasi kuantitas. Targetnya adalah melayani sebanyak-banyaknya siswa tanpa mempertimbangkan faktor individu pada setiap siswa. Kelemahan sistem ini adalah belum terakomodasinya kebutuhan individu siswa di luar kelompok normal. Kelompok normal di sini berarti kelompok siswa yang menunjukkan prestasi belajar bahasa Indonesia sesuai dengan yang diharapkan. Jadi, siswa di luar kelompok normal ini berarti siswa yang menunjukkan prestasi belajar bahasa Indonesia yang sangat rendah atau sangat tinggi (Moejiono, 2004: 13).
Metode dan kreativitas guru dalam hal ini juga sangat menunjang pengembangan ide atau gagasan siswa. Kreativitas adalah hasil dari proses interaksi antara individu dan lingkungannya. Seseorang dalam lingkungan mempunyai peranan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan, termasuk dalam lingkungan pendidikan (sekolah).
Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru mempunyai tujuan utama agar siswa menjadi terampil, menguasai pengetahuan, dan mempunyai sikap yang positif terhadap sesuatu yang dipelajari. Usaha guru sebagai seorang pendidik diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini tidak terlepas dari berbagai faktor, antara lain: (1) guru sebagai pendidik, (2) siswa sebagai peserta didik, (3) metode yang diterapkan, (4) media yang digunakan, (5) bahan yang dipilih, dan (6) tujuan yang hendak dicapai (Winkel, 1987: 97). Akan tetapi, faktor-faktor tersebut tidak terlepas juga dari peran aktif berbagai pihak, baik yang berasal dari guru maupun yang berasal dari siswa. Penggunaan media, metode, bahan, dan variasi mengajar turut menentukan hasil belajar. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru sebagai  pendidik perlu meningkatkan kualitas mengajar yang efektif.
Paradigma guru dalam pembelajaran menulis di sekolah menekankan proses pembelajaran terhadap kegiatan siswa (student center). Paradigma ini diharapkan mampu memberikan distribusi yang berarti bagi peningkatan kemampuan menulis. Namun hal ini belum tampak serempak dilaksanakan di sekolah. Proses pembelajaran terhadap hasil pembelajaran sering didominasi oleh paradigma lama yang menekankan proses pembelajaran terhadap kegiatan guru (teacher center). Kecenderungan ini membawa dampak terhadap hasil pembelajaran  menulis masih memprihatinkan.
Untuk melahirkan sesuatu inovasi dalam pembelajaran, perlu diketahui karakteristik permasalahan itu tentunya berkenaan dengan kelemahan menulis siswa. Kelemahan itu yaitu: (1) penggunaan ejaan dan tanda baca yang tidak tepat; (2) belum ada keruntutan dalam kalimat; (3) belum ada keterpaduan antarkalimat; (4) sering terdapat ide yang tumpang tindih; (5) belum ada koherensi antarparagraf; (6) sering ada ketidaksesuaian antara topik dan isi karangan; dan (7) sulitnya siswa untuk menuangkan ide-idenya ke dalam tulisan (Arnaiti, 2001)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar